Meditama.id, BALIKPAPAN – Di tengah heningnya Hutan Kehje Sewen yang memeluk pagi, seekor orangutan betina muda bernama Mikhayla perlahan memanjat pohon pertamanya setelah bertahun-tahun hidup jauh dari rimba. Ia bukan sekadar satwa liar yang kembali ke alam, tetapi simbol harapan baru atas luka-luka yang pernah ditinggalkan pembangunan dan perburuan.
Mikhayla adalah satu dari enam orangutan yang dilepasliarkan oleh Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) pada Senin (21/4/2025). Namun, kisahnya mencuri perhatian lebih. Ditemukan dalam kondisi kurus dan trauma di kawasan tambang pada Januari 2025, Mikhayla menempuh perjalanan panjang melalui rehabilitasi medis dan pelatihan bertahan hidup. Kini, ia telah siap menapaki kembali dunia yang dulu pernah mengusirnya.
“Mikhayla dilepas secara simbolis oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, sebagai lambang harapan dalam senyap hutan yang menanti,” ungkap Jamartin Sihite, CEO BOSF.
Pelepasliaran ini bukan sekadar seremoni ekologis. Ini adalah narasi tentang luka, pemulihan, dan kemungkinan baru. Mikhayla dan lima rekannya—Sie Sie, Siti, Bugis, Uli, dan Mori—adalah individu-individu yang pernah kehilangan rumah karena ulah manusia. Mereka bukan hanya statistik konservasi, tetapi makhluk hidup yang harus belajar kembali menjadi liar.
“Hutan bukan hanya tempat kembali, tapi ruang pembelajaran kedua bagi mereka. Tanpa kesiapan, pelepasliaran bisa jadi vonis mati,” ujar Menteri Raja Juli dengan nada reflektif.
Cerita Mikhayla juga menyentuh sisi ironis konservasi: 90 persen orangutan yang diselamatkan BOSF adalah korban konflik dengan manusia. Sebagian besar tak bisa dilepasliarkan lagi karena cacat fisik atau trauma mental yang mendalam.
Kini, setelah rehabilitasi panjang, keenam orangutan itu dilengkapi teknologi telemetri untuk dipantau keberadaannya secara berkala. Namun, bagi Mikhayla, setiap langkah di ranting, setiap tatapan ke kanopi hutan adalah pembuktian: bahwa hutan bukan hanya bisa dilukai, tapi juga dipulihkan.
Pelepasliaran ini disaksikan oleh relawan dari berbagai negara, awak media, dan tokoh penting seperti Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud, yang menyebut momen ini sebagai “bukti kolaborasi nyata demi keberlanjutan ekosistem”.
Bagi Mikhayla, hutan Kehje Sewen bukan tempat asing. Tapi juga bukan sepenuhnya rumah yang dulu ia kenal. Namun, seperti manusia yang belajar bangkit dari luka, ia kini memiliki kesempatan kedua.
Dan bagi kita semua, mungkin Mikhayla adalah pengingat bahwa setiap makhluk berhak pulang. (has)
Tulis Komentar