Meditama.id, BALIKPAPAN – Kota Balikpapan kembali menjadi sorotan, bukan karena julukannya sebagai kota minyak, melainkan karena kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax yang terus berlarut tanpa kejelasan. Dalam kondisi krisis ini, DPRD Balikpapan merasa geram setelah upaya klarifikasi kepada Pertamina Patra Niaga Region Kalimantan berujung pada ketegangan.
Pada Selasa (20/5/2025), DPRD menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk membahas langsung persoalan yang telah mengganggu aktivitas warga. Namun, suasana rapat memanas dan akhirnya memuncak ketika perwakilan Pertamina memilih meninggalkan ruangan sebelum diskusi tuntas.
“Kami sangat menyayangkan sikap mereka. Ini rapat resmi, keluhan warga nyata, tapi justru mereka walk out tanpa menyelesaikan pembahasan,” kata Ketua DPRD Balikpapan, Alwi Al Qadri.
Menurut Alwi, Balikpapan bukan sekadar kota biasa. Keberadaan kilang minyak terbesar di Kalimantan seharusnya menjadi jaminan pasokan BBM yang stabil. Namun yang terjadi justru sebaliknya—antrean mengular di SPBU, kendaraan mogok, hingga kelumpuhan ekonomi lokal.
“Ini bukan cuma kelangkaan, ini krisis kepercayaan. Masyarakat bertanya: kenapa bisa habis, padahal kilangnya ada di sini? Jawaban dari Pertamina pun tak pernah jelas,” ucapnya.
Alwi menyebut telah melakukan inspeksi langsung ke sejumlah SPBU pada malam sebelumnya. Hasilnya, kondisi lapangan sangat memprihatinkan. Tidak hanya Pertamax yang kosong, tetapi masyarakat juga mulai kesulitan mendapatkan elpiji. Bahkan program bengkel gratis yang dijanjikan, disebut tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Kami ini jadi sasaran kemarahan warga. Tapi kami tidak akan tinggal diam. Kami akan mendorong pemerintah provinsi dan pusat untuk segera turun tangan,” tegasnya.
RDP yang semula diharapkan menjadi ajang penyelesaian, justru memperlihatkan adanya krisis komunikasi antara pihak Pertamina dan wakil rakyat. Ketidakhadiran General Manager Pertamina Patra Niaga Region Kalimantan dianggap sebagai bentuk tidak seriusnya pihak perusahaan dalam menyikapi persoalan publik.
“Kalau tidak ada pengurangan kuota, seharusnya tidak terjadi antrean. Tapi realitanya, SPBU kosong. Ini perlu diaudit. Kami minta ada permintaan maaf terbuka dan tanggung jawab yang nyata,” tutup Alwi. (tim)
Tulis Komentar